Selasa, 25 Oktober 2016

MATERI 5 (5.1. MEMAHAMI UNSUR-UNSUR BENTUK SUATU PUISI)

MATERI 5
MENGAPRESIASI PUISI
(Unsur-unsur bentuk suatu puisi)

Kelas X
Semester Ganjil
Standar Kompetensi
5. Memahami puisi yang disampaikan secara langsung/ tidak langsung
Kompetensi Dasar
5.1. Mengidentifikasi unsur-unsur bentuk suatu puisi yang disampaikan secara langsung ataupun melalui rekaman  
Tujuan Pembelajaran:
1.     Secara Kognitif siswa dapat:
·         Memahami pengertian dan unsur-unsur bentuk dalam puisi
·         Menganalisis unsur-unsur bentuk suatu puisi
2.    Secara Afektif siswa dapat:
·         Mengikuti kegiatas KBM dengan penuh antusias
·         Mengkomunikasikan permasalan yang belum dipahami
·         Memperjelas pendapat atau penjelasan yang disampaikan orang lain
·         Membentuk pendapat untuk menanggapi suatu permasalahan
·         Menunjukan akhlak mulia atau kearifan lockal lainnya yang dapat mengidentifikasi karakter bangsa.
3.    Secara Psikomotorik siswa dapat:
·         Melaksanakan kegiatan menganalisis unsur-unsur bentuk suatu puisi
Jenis tagihan
Tugas
Ulangan harian 4

Puisi termasuk salah satu jenis karya sastra yang berisi ungkapan perasaan penyair yang didalamnya mengandung rima dan irama, serta diungkapkan dalam pilihan kata yang cermat dan tepat(Depdikbud, 1997 : 794). Dapat dikatakan juga bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata indah dan kaya akan makna. Keindahan sebuah puisi disebabkan oleh diksi, majas, rima, dan irama yang terkandung dalam karya sastra tersebut. Adapun kekayaan makna yang terkandung dalam puisi disebabkan oleh pemadatan segala unsur bahasa.
Bahasa yang digunakan dalam puisi berbeda dari bahasa yang digunakan sehari-hari. Puisi menggunakan bahasa yang ringkas, namun kaya akan makna. Kata-kata yang digunakan adalah kata-kata konotatif, yang mengandung banyak penafsiran dan pengertian. Secara garis besar, unsur-unsur puisi terbagi atas unsur fisik dan unsur batin (Waluyo, 1991 : 29).


UNSUR-UNSUR BENTUK DALAM PUISI
1)  TIPOGRAFI
Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.

2)  DIKSI
Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
Kata-kata yang digunakan dalam puisi merupakan hasil pemilihan yang sangat cermat. Kata-kata tersebut merupakan hasil pertimbangan, baik makna, susunan bunyinya maupun hubungan kata itu dengan katakatalain dalam baris dan baitnya.
Kedudukan kata-kata dalam puisi sangat penting. Kata-kata ini harus bersifat konotatif sehingga maknanya dapat lebih dari satu. Katakata yang dipilih, hendaknya, bersifat puitis, yang mempunyai efek keindahan. Bunyinya pun harus indah dan memiliki keharmonisan dengan kata-kata lainnya.

3)  KATA KONKRET
Kata konkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misalnya kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll., sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.

4)  VERIFIKASI/ PERSAJAKAN
Rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi. Rima menjadikan puisi lebih indah. Di samping itu, rima pun menjadikan makna lebih kuat. Contoh rima adalah: Dan angin mendesah/mengeluh mendesah. Di samping rima, dikenal pula istilah ritma, yang artinya pengulangan kata, frase, atau kalimat dalam bait-bait puisi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa:
v  Rima     = pengulangan bunyi
v  Ritma    = pengulangan kata
Menurut Adi Abdul Somad (2007 : 30) bahwa peranan bunyi dalam puisi meliputi hal-hal berikut:
a)    untuk menciptakan nilai keindahan lewat unsur musikalitas atau kemerduan;
b)   untuk menuansakan makna tertentu sebagai perwujudan rasa dan sikap penyairnya;
c)    untuk menciptakan suasana tertentu sebagai perwujudan suasana batin dan sikap penyairnya.

5)  PENGIMAJIAN/ PENGINDERAAN
Pengimajian dapat didefinisikan sebagai kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi. Dengan daya imajinasi tersebut, pembaca seolah-olah merasakan, mendengar, atau melihat sesuatu yang diungkapkan penyair.  Pengimajian dalam puisi dapat menimbulkan gambaran pencitraan dari pengideraan manusia yang sedang menikmati puisi tersebut. Adapun citraan dalam puisi dapat berupa: 
a)   Citraan penglihatan
Contoh : Wajahnya bak rembulan
b)  Citraan pendengaran
Contoh :Semayup suara adzan memanggilmu dengan cukup sopan
c)   Citraan penciuman
Contoh : Bau anyir semerbak dari perebutan kursi jabatan
d)   Citraan peraba
Contoh : Hembusan angin mengiringi langkahku
e)   Citraan perasa
Contoh : Penghianatan itu aku telan dalam kepahitan
f)   Citraan gerak
Contoh : Angin masuk melewati jendela
g)   Sinestesia, yaitu pertukaran dua indera/citraan
Contoh : Kata-kata itu begitu pedas di telingaku
Contoh diatas merupakan penginderaan dari pertukaran dua indera yaitu perasa dan pendengaran

6)  BAHASA FIGURATIF
Gaya bahasa, yaitu penggunaan bahasa yang dapat menghidupkan/ meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu. Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna.
Gaya bahasa disebut juga majas. Majas (figurative of speech atau figurative language) adalah bahasa kias yang dipergunakan untuk memperoleh efek tertentu dari suatu benda atau hal dengan cara membandingkannya dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Dengan kata lain, penggunaan majas tertentu dapat mengubah serta menimbulkan nilai rasa atau konotasi tertentu (Tarigan, 1995: 112).
Menurut Perrine (dalam Waluyo, 1995: 83), penggunaan majas dipandang lebih efektif untuk menyatakan maksud penyair karena
a.    Majas mampu memberi kesenangan imajinatif;
b.    Majas adalah cara untuk menghasilkan imaji tambahan dalam puisi sehingga yang abstrak menjadi konkret dan menjadikan puisi lebih nikmat dibaca;
c.    Majas adalah cara menambah intensitas perasaan penyair untuk puisinya dan menyampaikan sikap penyair;
d.    Majas adalah cara untuk mengkonsentrasikan makna yang hendak disampaikan dan cara menyampaikan sesuatu dengan bahasa yang singkat.

Secara garis besar majas dikelompokkan menjadi 4 bentuk yaitu majas perbandingan, majas pertentangan, majas pertautan, dan majas perulangan.
a. Majas Perbandingan
1) Perumpamaan (simile atau asosiasi)
Perumpamaan (simile) adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan dan dengan sengaja kita anggap sama. Perbandingan itu secara eksplisit (terlihat) dijelaskan dengan pemakaian kata bagai, sebagai, ibarat, seperti, bak, laksana, semisal, seumpama, umpama, dan serupa. Majas perumpamaan ini dapat dikatakan majas yang paling sederhana dan paling banyak digunakan.
Contoh:
• Wajahnya putih laksana bulan purnama.
• Cobaan ini seperti badai yang tiada henti.

2) Metafora
Metafora adalah perbandingan yang dilakukan secara implisit (tersamar) antara dua hal yang berbeda. Metafora hampir sama dengan perumpamaan, hanya saja dalam metafora perbandingan dilakukan secara langsung tanpa menggunakan kata bagai, sebagai, ibarat, seperti, bak, laksana, semisal, seumpama, umpama, dan serupa.
Contoh:
• Aku adalah binatang jalang dari kumpulannya terbuang.
• Dia sampah masyarakat di daerah ini.
• Buku adalah gudang ilmu, membaca adalah kuncinya.

3) Personifikasi
Personifikasi adalah majas yang melekatkan sifat-sifat insani (manusiawi) pada benda-benda yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak. Penggunaan majas personifikasi dapat memberi kejelasan dan bayangan angan (citraan) yang konkret.
Contoh personifikasi dapat dilihat dalam baris sajak berikut.
Jalan Kartini
barangkali dalam lelap larut malam
bulan masuk kamar lewat jendela kaca
menyelip di sela waktu tidurku
sedang subuh masih lama tiba

b. Majas Pertentangan
1) Hiperbola
Hiperbola adalah majas yang melebih-lebihkan apa yang sebenarnya dimaksudkan, baik jumlah, ukuran, maupun sifat-sifatnya. Tujuan menggunakan majas hiperbola adalah untuk mendapatkan perhatian yang lebih saksama dari pembaca.
Contoh:
• Sampah-sampah di Kota Bandung bertumpuk setinggi gunung.
• Karena kekurangan gizi, badan anak itu kerempeng tinggal kulit membalut tulang.
• Buku Harry Potter telah mengguncang dunia.

2) Litotes
Litotes sering dikatakan sebagai kebalikan dari hiperbola. Litotes adalah majas yang di dalam pengungkapannya menyatakan sesuatu yang positif dengan bentuk yang negatif atau bentuk yang bertentangan. Litotes mengurangi atau melemahkan kekuatan pernyataan yang sebenarnya.
Contoh:
      Mampirlah ke gubuk kami yang kurang nyaman ini. (Padahal, kenyataannya, rumahnya bagus dan nyaman.)
      Ini hanyalah tulisan biasa yang kurang berbobot. (Padahal, isi tulisan tersebut sangat bagus.)

3) Ironi
Ironi adalah majas yang menyatakan makna yang bertentangan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan sindiran. Ironi dapat berubah menjadi sinisme dan sarkasme dengan munculnya kata-kata yang lebih kasar.
Contoh ironi:
• Aduh, bersih sekali kamar ini, sampah makanan bertebaran di mana-mana.
• Rajin sekali Anda datang ke sekolah, bel masuk sudah berbunyi dua jam yang lalu.

4) Sinisme
Sinisme adalah majas yang menyatakan sindiran secara langsung.
Contoh:
    Perkataanmu tadi sangat menyebalkan. Kata-kata itu tidak pantas disampaikan orang terpelajar seperti Anda!
    Bisa-bisa aku jadi gila melihat kelakuanmu itu!

5) Sarkasme
Sarkasme adalah majas sindiran yang terkasar. Majas ini, biasanya, digunakan oleh seseorang yang sangat marah.
Contoh:
    ''Mampus pun engkau tak ada peduliku. Engkau tak pernah mau mendengarkan nasihatku.''
    ''Oh, mukamu yang seperti monyet itu, jijik aku melihatnya."

6) Paradoks
Paradoks adalah suatu majas yang mengandung pertentangan nyata dengan fakta-fakta yang ada.
Contoh:
• Ia merasa kesepian di tengah-tengah keramaian Kota Jakarta.
• Gajinya besar, tetapi hidupnya melarat.
Dengan kelemahannya, kaum wanita mampu menundukkan kaum pria.

7) Antitesis
Antitesis adalah majas yang mempergunakan paduan kata yang berlawanan arti.
Contoh:
Tua muda, besar kecil, pria wanita hadir dalam pesta itu.
Hidup matinya, susah senangnya serahkanlah kepadaku.

c. Majas Pertautan
1) Metonimia
Metonimia adalah majas yang mempergunakan nama suatu barang untuk sesuatu yang lain yang berkaitan erat dengan barang tersebut. Dapat dikatakan pula bahwa metonimia adalah majas yang memakai nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan orang, barang, atau suatu hal sebagai penggantinya.
Contoh:
      Siswa kelas X sedang menonton pementasan Shakespeare di gedung teater. (Shakespeare digunakan untuk mengganti salah satu karya drama Shakespeare yang dipentaskan.)
      Saya lebih suka Dewa karena lirik lagunya penuh makna. (Hal yang dimaksud dengan Dewa dalam kalimat tersebut adalah lagu-lagu yang dinyanyikan oleh kelompok band Dewa.)
      Peristiwa terbakarnya Garuda menambah panjang catatan peristiwa kecelakaan pesawat udara di tanah air. (Hal yang dimaksud garuda dalam kalimat tersebut bukan burung, melainkan nama pesawat terbang.)

2) Sinekdoke
Sinekdoke adalah majas yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti nama keseluruhan atau sebaliknya. Sinekdoke digunakan untuk mengungkapkan kejadian langsung dari sumbernya sehingga menimbulkan gambaran yang lebih konkret.
Ada dua macam sinekdoke, yakni pars pro toto dan totem pro parte.
a)    Pars pro toto adalah sinekdoke yang menyatakan bagian untuk keseluruhan.  Maksudnya, untuk menonjolkan suatu hal dengan menyebutkan salah satu bagian yang terpenting dari keseluruhan hal, keadaan, atau benda dalam hubungan tertentu. Misalnya, hanya menyebutkan suara, mata, hidung, atau bagian tubuh yang lain untuk menggambarkan orang.
Contoh:
• Sudah lama dia tidak kelihatan batang hidungnya.
• Setiap tahun, semakin banyak mulut yang harus diberi makan.
b)   Totem pro parte adalah sinekdoke yang menyebutkan keseluruhan atau melihat sesuatu secara generalisasi untuk menonjolkan sebagian.
Contoh:
• SMA Nusantara menjadi juara umum dalam lomba catur nasional.
• Bandung meraih prestasi gemilang di bidang kesenian.

3) Eufimisme
Eufimisme adalah ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dirasakan kasar, yang dianggap merugikan, atau yang tidak menyenangkan. Eufimisme berkaitan dengan bentuk konotasi positif dari sebuah kata.
Contoh:
Tunakarya bentuk halus dari pengangguran
Tunasusila bentuk halus dari pelacur
Prasejahtera bentuk halus dari sengsara
Tunarungu bentuk halus dari cacat tuli

4) Pleonasme
Pleonasme adalah majas yang menggunakan kata-kata secara berlebihan dengan maksud menegaskan arti suatu kata.
Contoh:
    Mereka turun ke bawah untuk melihat keadaan barang-barang mereka yang jatuh.
    Dukun itu menengadah ke atas sambil menengadahkan tangannya.
    Aku menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri.

d. Majas Perulangan
1) Aliterasi
Aliterasi adalah majas yang menggunakan kata-kata dengan bunyi awal yang sama (purwakanti).
Contoh:
Jadi
tidak setiap derita
jadi luka
tidak setiap sepi
jadi duri
tidak setiap tanda
jadi makna
tidak setiap jawab
jadi sebab
tidak setiap seru
jadi mau
tidak setiap tangan
jadi pegang
tidak setiap kabar
jadi tahu
tidak setiap luka
jadi kaca
memandang Kau
pada wajahku!
Karya Sutardji Calzoum Bachri
Contoh lain misalnya:
dara damba daku
datang dari danau
duga dua duka
diam di diriku

2) Repetisi
Repetisi adalah majas yang mengandung pengulangan berkali-kali atas kata atau kelompok kata yang sama. Contoh bentuk repetisi dapat terlihat secara jelas dalam mantra dan puisi-puisi karya Sutardji Calzoum Bachri. Kini, perhatikanlah puisi berikut.
Belajar Membaca
Kakiku luka
Luka Kakiku
Kakikau lukakah
Lukakah kakikau
Kakiku luka
Lukakaukah kakiku
Kalau lukaku lukakau
Kakiku kakikaukah
Kakikaukah kakiku
Kakiku luka kaku
Kalau lukaku lukakau
Lukakakukakiku
Lukakakukakikaukah
Lukakakukakikaukah
Lukakakukakiku
Sutardji Calzoum Bachri

DAFTAR PUSTAKA:
Depdikbud. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Waluyo, J.Herman. 1991. Teori dan Apresiasi Puisi. Bandung : Angkasa
Somad, Abdul Adi, Aminudin dan Yudi Irawan. 2007. Aktif dan Kreatif Berbahasa Indonesia untuk Kelas X SMA/MA. Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional
https://endonesa.wordpress.com/lentera-sastra/majas/ (diakses pada tanggal 20 September 2016)
Keraf, Gorys. 2004. Diksi dan Gaya Bahasa ( Komposisi Lanjutan I). Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Tarigan, H.G. 1995. Pengajaran Semantik. Bandung: Angkasa.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar